KATA
PENGANTAR
Dengan menyebut nama
Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji
syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah
tentang asbab al-nuzul.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua
itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari kelompok lain agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami
berharap semoga makalah ilmiah tentang asbab al-nuzul ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL ..................................................................................................................................
i
KATA PENGANTAR
............................................................................................................
ii
DAFTAR ISI
.......................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang
..................................................................................................... ...
1
B. Rumusan Permasalahan
........................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 1
D. Manfaat Penulisan ................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
........................................................................................................ 2
A. Pengertian Asbab Al-nuzul
....................................................................... ............. 2
B. Sumber dan Cara Mengetahui Asbab
Al-nuzul ....................................................... 3
C. Metode Penelitian dan Pentarjihan
Asbab Al-nuzul ................................................ 5
D. Kedudukan Asbab Al-nuzul dalam
Pemahaman Al-Qur’an ................................... 6
BAB III PENUTUP
................................................................................................................ 8
A. Kesimpulan
.............................................................................................................
8
DAFTAR PUSTAKA
............................................................................................................. 9
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Al-Qur’an adalah
mukjizat bagi umat islam yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW untuk
disampaikan kepada umat manusia. Al-Qur’an sendiri dalam proses penurunannya
mengalami banyak proses yang mana dalam penurunannya itu berangsur-angsur dan
bermacam-macam nabi menerimanya. Kita mengenal turunnya Al-Qur’an sebagai
tanggal 17 Ramadhan. Maka setiap bulan 17 Ramadhan kita mengenal yang
namanya Nuzulul Qur’an yaitu hari turunnya Al-Qur’an.
Mengetahui latar
belakang turunnya ayat-ayat Al-Qur’an, akan menimbulkan perspektif dan menambah
khazanah perbendaharaan pengetahuan baru. Dengan mengetahui hal tersebut kita
akan lebih memahami arti dan makna ayat-ayat itu dan akan menghilangkan
keraguan-keraguan dalam menafsirkannya. Dalam penurunan Al-Qur’an terjadi di
dua kota yaitu Madinah dan Mekkah. Surat yang turun di Mekkah disebut
dengan Makkiyah sedangkan surat yang turun di Madinah disebut dengan surat
Madaniyah.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas
dapat dirumuskarumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa Pengertian
Asbab Al-nuzul itu ?
2. Bagaimana Sumber
dan Cara Mengetahui Asbab Al-nuzul itu ?
3. Bagaimana Metode
Penelitian dan Pentarjihan Asbab Al-nuzul itu ?
4. Bagaiman Kedudukan
Asbab Al-nuzul dalam Pemahaman Al-Qur’an ?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah atau karya tulis ini
adalah sebagaimana berikut:
1. Untuk mengetahui pengertian dari Asbabun nuzul itu.
2. Untuk mengetahui cara dan sumber-sumber asbab al-nuzul itu.
3. Untuk mengetahui metodepenelitian dan pertarjihan
asbab al-nuzul.
4. untuk mengetahui kedudukan asbab
al-nuzul dalam pemahaman Al-Qur’an.
D. Manfaat Penulisan
1. Memberi pengetahuan
baru tentang Asbabun Nuzul.
2. Memberi
pengetahuan untuk mempermudah dalam penafsiran Al-Qur’an.
3. Memberi
pengetahuan baru kepada pembaca perihal Asbabun Nuzul.
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Asbab Al-nuzul
Secara bahasa Asbabun Nuzul terdiri dari dua kata yaitu Asbab,
jamak dari sabab yang berarti sebab atau latar belakang, sedangkan Nuzul
merupakan bentuk masdar dari anzala yang berarti turun. Pengertian asbab
an-nuzul secara istilah adalah sesuatu yang melatarbelakangi turunnya suatu
ayat, yang mencakup suatu permasalahan dan menerangkan suatu hukum pada saat
terjadi peristiwa-peristiwa.[1]
Menurut Quraish Shihab berdasarkan kutipan dari al-Zarqani,
asbab an-nuzul adalah suatu kejadian yang menyebabkan turunnya suatu ayat atau
beberapa ayat, atau suatu peristiwa yang dapat dijadikan petunjuk hukum berkenaan
turunnya suatu ayat.
M. Hasbi Ash Shiddieqy
mengartikan Asbabun Nuzul sebagai kejadian yang karenanya diturunkan Al-Qur’an
untuk menerangkan hukumnya di hari timbul kejadian-kejadian itu dan suasana
yang didalamnya Al-Qur’an diturunkan serta membicarakan sebab yang tersebut
itu, baik diturunkan langsung sesudah
terjadi sebab itu ataupun kemudian lantaran sesuatu hikmah.[2]
Nurcholish Madjid menyatakan bahwa asbabun adalah konsep,
teori atau berita tentang adanya sebab-sebab turunnya wahyu tertentu dari
Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW, baik berupa satu ayat, satu rangkaian ayat
maupun satu surat.
Subhi Shalih menyatakan bahwa Asbabun Nuzul itu sangat
berkenaan dengan sesuatu yang menjadi sebab turunnya sebuah ayat atau beberapa
ayat, atau suatu pertanyaan yang menjadi sebab turunnya ayat sebagai jawaban, atau sebagai penjelasan
yang diturunkan pada waktu terjadinya suatu peristiwa.[3]
Az-Zarqani berpendapat bahwa asbabun nuzul adalah keterangan
mengenai suatu ayat atau rangkaian ayat yang berisi tentang sebab-sebab
turunnya atau menjelaskan hukum suatu kasus pada waktu kejadiannya.
Dari pengertian tersebut di atas dapat ditarik dua kategori
mengenai sebab turunnya suatu ayat. Pertama, suatu ayat turun ketika terjadi
suatu peristiwa. Sebagaimana diriwayatkan Ibn Abbas tentang perintah Allah
kepada Nabi SAW untuk memperingatkan kerabat dekatnya. Kemudian Nabi SAW naik
ke bukit Shafa dan memperingatkan kaum kerabatnya akan azab yang pedih. Ketika
itu Abu Lahab berkata, “Celakalah engkau, apakah engkau mengumpulkan kami hanya
untuk urusan ini?”, lalu ia berdiri. Maka turunlah surat Al-Lahab.
Kedua, suatu ayat turun apabila Rasulullah ditanya tentang
sesuatu hal, maka turunlah ayat Al-Qur’an yang menerangkan hukumnya. Seperti
pengaduan Khaulah binti Sa’labah kepada Nabi SAW berkenaan dengan zihar yang
dijatuhkan suaminya, Aus bin Samit, padahal Khaulah telah menghabiskan masa
mudanya dan telah sering melahirkan karenanya. Namun sekarang ia dikenai zihar
oleh suaminya ketika sudah tua dan tidak melahirkan lagi. Kemudian turunlah
ayat, “Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan perempuan yang mengadu
kepadamu tentang suaminya”, yakni Aus bin Samit.
|
Komaruddin Hidayat memposisikan persoalan ini dengan
menyatakan bahwa kitab suci Al-Qur’an, sebagaimana kitab suci yang lain dari
agama samawi, memang diyakini memiliki dua dimensi, yaitu historis dan
transhistoris. Kitab suci menjembatani jarak antara Tuhan dan manusia. Tuhan
hadir menyapa manusia di balik hijab kalamNya yang kemudian menyejarah.
B. Sumber dan Cara Mengetahui Asbab Al-nuzul
Pedoman dasar para ulama dalam mengetahui asbabun nuzul ialah
riwayat shahih yang berasal dari Rasulullah atau dari sahabat. Itu disebabkan
pemberitahuan seorang sahabat mengenai hal seperti ini, bila jelas, maka nal
itu bukan sekadar pendapat (ra’yu), tetapi ia mempunyai hukum marfu’
(disandarkan pada Rasulullah). Al-Wahidi mengatakan:”Tidak halal berpendapat
mengenai asbabun nuzul Kitab kecuali dengan berdasarkan pada riwayat atau
mendengar langsung dari orang-orang yang menyaksikan turunnya, mengetahui
sebab-sebabnya dan membahas tentang pengertiannya serta bersungguh-sungguh
dalam mencarinya.”[4]
Inilah jalan yang ditempuh oleh ulama salaf. Mereka amat
berhati-hati untuk mengatakan sesuatu mengenai asbabun nuzul tanpa pengetahuan
yang jelas. Muhammad bin Sirin mengatakan:”Ketika ku tanyakan kepada ‘Ubaidah
mengenai satu ayat Qur’an, dijawabnya:”Bertakwalah kepada Allah dan berkatalah
yang benar. Orang-orang yang mengetahui mengenai apa Qur’an itu diturunkan
telah meninggal.”
Maksudnya, para sahabat. Apabila seorang tokoh ulama semacam
Ibn Sirin, yang termasuk tokoh tabi’in terkemuka sudah demikian berhati-hati
dan cermat mengenai riwayat dan kata-kata yang menentukan, maka hal itu
menunjukkan, orang harus mengetahui benar-benar asbabun nuzul. Oleh karena itu,
yang dapat dijadikan pegangan dalam asbabun nuzul adalah riwayat ucapan-ucapan
sahabat yang bentuknya seperti musnad, yang secara pasti menunjukkan asbabun
nuzul. As-Suyuti berpendapat bahwa bila ucapan seorang tabi’in secara jelas
menunjukkan asbabun nuzul, maka ucapan itu dapat diterima. Dan mempunyai
kedudukan mursal bila penyandaran kepada tabi’in itu benar dan ia termasuk
salah seorang imam tafsir yang mengambil ilmunya dari para sahabat, seperti
Mujahid, ‘Ikrimah dan Sa’id bin Jubair serta didukung oleh hadis mursal yang
lain.
Keabsahan asbab an-nuzul melalui riwayat yang disandarkan
kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi tidak semua riwayat shahih. Riwayat yang
shahih adalah riwayat yang memenuhi syarat-syarat tertentu yang telah
ditetapkan para ahli hadits. Lebih spesifik lagi ialah riwayat dari orang yang
terlibat dan mengalami peristiwa pada saat wahyu diturunkan. Riwayat dari
tabi’in yang tidak merujuk kepada Rasulullah dan para sahabat dianggap dhaif
(lemah).
Dalam periwayatan asbab an-nuzul dapat dikenali melalui empat
cara yaitu:[5]
1.
Asbab an-nuzul disebutkan dengan redaksi
yang sharih (jelas) atau jelas ungkapannya berupa (sebab turun ayat ini adalah
demikian), ungkapan seperti ini menunjukkan bahwa sudah jelas dan tidak ada
kemungkinan mengandung makna lain.
2.
Asbab an-nuzul yang tidak disebut dengan
lafaz sababu (sebab), tetapi hanya dengan mendatangkan lafaz fa ta’qibiyah
bermakna maka atau kemudian dalam rangkaian suatu riwayat, termasuk riwayat
tentang turunnya suatu ayat setelah terjadi peristiwa. Seperti berkaitan dengan
pertanyaan orang Yahudi pada masalah mendatangi isteri-isteri dari dhuburnya.
Maka turun surat Al-Baqarah ayat 223, artinya:”Isteri-isterimu adalah (seperti)
tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu
itu bagaimana saja kamu kehendaki, dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk
dirimu, dan bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan
menemui-Nya, dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.
3.
Asbab an-nuzul dipahami secara pasti dari
konteksnya. Turunnya ayat tersebut setelah adanya pertanyaan yang diajukan
kepada Nabi Muhammad SAW. Kemudian ia diberi wahyu oleh Allah untuk menjawab
pertanyaan tersebut dengan ayat yang baru diturunkan tersebut.
4.
Asbab an-nuzul tidak disebutkan ungkapan
sebab secara tegas.
Tetapi menggunakan ungkapan dalam redaksi ini dikategorikan
untuk menerangkan sebab nuzul suatu ayat, juga ada kemungkinan sebagai
penjelasan tentang kandungan hukum atau persoalan yang sedang dihadapi.
Berbeda pendapat dalam menggolongkan cara yang keempat sebagai
asbab an-nuzul, ada yang mengatakan sebagai penjelasan hukum, bukan sebagai
sebab turunnya ayat. Menurut Supiana berdasarkan kutipan dari al-Zarkasyi
berpendapat bahwa kebiasaan para sahabat dan tabi’in telah diketahui apabila
mereka mengatakan “ayat ini nuzul tentang ini” maksudnya adalah menerangkan
bahwa ayat ini mengandung hukum tertentu, bukan untuk menerangkan sebab turun
ayat. Namun, satu-satunya jalan untuk menentukan salah satu dari dua makna yang
terkandung dalam redaksi itu adalah konteks pembicaraannya. Maka perlu diteliti
apakah ia menunjukkan sebab nuzul atau bukan, dalam hal ini sangat menentukan
qarinah dari riwayat tersebut.
Selanjutnya ia menjelaskan, jika terdapat dua redaksi tentang
persoalan yang sama, salah satu ada nash menunjukkan sebab turunnya ayat,
sedangkan yang lain tidak demikian, maka redaksi yang pertama diambil sebagai
sebabnya dan redaksi yang lain dianggap sebagai penjelasan hukum yang
terkandung dalam ayat tersebut.
Jika ada dua riwayat yang menyebutkan sebab nuzul yang
berlainan, maka yang mu’tamad ialah riwayat yang sanadnya lebih shahih dari
yang lain. Jika kedua sanadnya sederajat, maka dikuatkan riwayat yang
peristiwanya menyaksikan kasus dan kisah. Jika tidak mungkin dilakukan tarjih
(dipilih yang lebih kuat), maka dikategorikan ke dalam ayat yang memiliki
beberapa sebab nuzul dengan terulangnya kasus dan peristiwa.
C. Metode Penelitian dan Pentarjihan Asbab Al-nuzul
Penelitian dilakukan terhadap riwayat yang mengemukakan asbab
an-nuzul, karena banyak riwayat tidak memenuhi syarat keshahihannya. Adakala
banyak ayat yang turun pada peristiwa yang sama, disebut:
Dan adakala sebaliknya
yaitu banyak terjadi peristiwa pada satu ayat yang turun, disebut:
Apabila asbab
an-nuzul suatu ayat diterangkan oleh beberapa riwayat, maka muncul beberapa
kemungkinan sebagai berikut:
·
Kedua riwayat tersebut yang satu shahih dan
yang lain tidak.
·
Kedua riwayat tersebut shahih, tetapi salah
satunya ada dalil yang memperkuat dan yang lain tidak.
·
Kedua riwayat tersebut shahih dan tidak
ditemukan dalil yang memperkuatkan salah satunya tetapi dapat dikompromikan.
·
Kedua riwayat tersebut shahih dan tidak ada
dalil yang memperkuatkan salah satunya dan kedua-duanya tidak mungkin
dikompromikan.
Untuk menjelaskan
permasalahan beberapa riwayat diatas adalah:
·
Apabila kedua riwayat shahih, yang pertama
menyatakan sebab turunnya ayat dengan tegas, sedangkan yang kedua tidak, maka
diambil riwayat yang pertama.
·
Apabila kedua riwayat shahih, salah satunya
ditarjihkan, sedangkan yang lain diriwayatkan oleh perawi yang menyaksikan
sendiri, maka dipilih riwayat yang lebih rajih (kuat).
·
Apabila kedua riwayat menerangkan sebab
riwayat yang lebih rajih dan yang lebih shahih, sedangkan lain shahih tetapi
marjuh (dipandang lebih lemah), maka diambil riwayat yang shahih lagi rajih.
·
Apabila kedua riwayat shahih dan tidak dapat
dikompromikan, maka harus ditetapkan ayat yang berulang kali diturunkan.
Berulang kali turun menunjukkan sangat penting dan untuk mempermudah diingat.
D. Kedudukan Asbab Al-nuzul dalam Pemahaman Al-Qur’an
Mengetahui
sebab-sebab turunnya ayat mempunyai peran yang sangat signifikan dalam memahami
Al-Qur’an. Di antara fungsi dan manfaatnya adalah mengetahui hikmah
ditetapkannya suatu hukum. Di samping itu, mengetahui asbab al-nuzul merupakan
cara atau metode yang paling akurat dan kuat untuk memahami kandungan
Al-Qur’an. Alasannya, dengan mengetahui sebab, musabab atau akibat
ditetapkannya suatu hukum akan diketahui dengan jelas.[6]
Berikut ini
paparan dua kisah yang dapat dijadikan dasar bagi kita, betapa tanpa mengetahui
sebab-sebab turunnya ayat, banyak mufasir yang tergelincir dan tidak dapat
memahami makna dan maksud sebenarnya dari ayat-ayat Al-Quran.
Pertama, kisah Marwan ibn Al-Hakam. Dalam sebuah hadis riwayat
Al-Bukhari dan Muslim diceritakan bahwa Marwan pernah membaca firman Allah SWT,
yang artinya:”Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang
gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan suka dipuji atas perbuatan
yang belum mereka kerjakan terlepas dari siksa. Bagi mereka siksa yang pedih.”
(QS. Ali Imran: 188)
Setelah membaca ayat tersebut, Marwan berkata, “Seandainya
benar setiap orang yang merasa gembira dengan apa yang telah dikerjakannya dan
suka dipuji atas apa yang belum dilakukannya akan disiksa, maka semua orang
juga akan disiksa.” Secara tekstual, apa yang dipahami Marwan adalah benar. Namun,
secara kontekstual tidaklah demikian. Ibn ‘Abbas menjelaskan bahwa ayat
tersebut sebetulnya turun berkenaan dengan kebiasaan Ahl Al-Kitab (Yahudi dan
Nasrani) dalam berbohong. Yaitu, jika Nabi Muhammad SAW bertanya tentang
sesuatu, mereka menjawab dengan jawaban yang menyembunyikan kebenaran. Mereka
seolah-olah telah memberi jawaban, sekaligus mencari pujian dari Nabi dengan
apa yang mereka lakukan. (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Kedua, kisah ‘Utsman ibn Mazh’un dan ‘Amr ibn Ma’dikarib.
Kedua sahabat ini menganggap bahwa minuman keras (khamar) diperbolehkan dalam
Islam. Mereka berdua berargumen dengan firman Allah SWT, yang artinya:”Tidak
ada dosa atas orang-orang yang beriman dan beramal saleh mengenai apa yang
telah mereka makan dahulu.” (QS. Al-Maidah: 93). Seandainya mereka mengetahui
sebab turunnya ayat tersebut, tentu tidak akan berpendapat seperti itu. Sebab,
ayat tersebut turun berkenaan dengan beberapa orang yang mempertanyakan mengapa
minuman keras diharamkan? Lantas, apabila khamar disebut sebagai kotoran atau
sesuatu yang keji (rijs), bagaimana dengan nasib para syahid yang pernah
meminumnya? Dalam konteks itulah, QS. Al-Maidah turun untuk memberi jawaban.
(HR. Imam Ahmad, Al-Nasai, dan yang lain)
Begitu juga dengan firman Allah SWT yang artinya:”Maka ke arah
mana saja kamu berpaling atau menghadap, di sana ada Wajah Allah (Kiblat/
Ka’bah). (QS. Al-Baqarah: 115). Seandainya sebab turun ayat tersebut tidak
diketahui, pasti akan ada yang berkata, “Secara tekstual, ayat tersebut
menunjukkan bahwa orang yang melakukan shalat tidak wajib menghadap kiblat,
baik di rumah maupun di perjalanan.” Pendapat seperti ini, tentu saja
bertentangan dengan ijma’(konsensus para ulama). Namun, apabila sebab turunnya
diketahui, menjadi jelas bahwa ayat tersebut turun berkenaan dengan pelaksanaan
shalat sunnah di perjalanan (safar). Selain itu, juga berkenaan dengan orang
yang melakukan shalat berdasarkan ijtihadnya, kemudian sadar bahwa dia telah
keliru dalam berijtihad.
Asbabun nuzul memiliki kedudukan (fungsi) yang penting dalam
memahami/menafsirkan ayat-ayat Al-qur’an, sekurang-kurangnya untuk sejumlah
ayat tertentu. Ada beberapa kegunaan yang dapat dipetik dari mengetahui asbabun
nuzul, diantaranya:
Mengetahui sisi-sisi
positif (hikmah) yang mendorong atas pensyari’atan hukum.
Dalam mengkhususkan hukum
bagi siapa yang berpegang dengan kaidah:” bahwasanya ungkapan (teks) Al-Qur’an
itu didasarkan atas kekhususan sebab, dan
Kenyataan menunjukkan
bahwa adakalanya lafal dalam ayat Al-Qur’an itu bersifat umum, dan terkadang
memerlukan pengkhususan yang pengkhususannya itu sendiri justru terletak pada
pengetahuan tentang sebab turun ayat itu.[7]
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Mempelajari asbab an-nuzul sangat penting bagi yang ingin
mengkaji ilmu tafsir, bahkan sebuah kewajiban bagi ahli tafsir. Cara mengetahui
asbab an-nuzul pertama, dengan riwayat yang shahih, yakni riwayat yang memenuhi
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh para ahli hadits. Kedua, menggunakan
lafadh fa at-ta’qibiyah bermakna maka atau kemudian. Ketiga, dipahami dari
konteks yang jelas. Keempat, tidak disebutkan secara tegas terhadap redaksi.
Ada ulama yang berpendapat sebagai penjelasan tentang hukum.
Metode penelitian dan pentarjihan asbab an-nuzul harus
dilakukan penelitian terhadap riwayatnya, karena ada dua kategori dalam sebab
penurunannya. Pertama, banyak turun ayat pada satu peristiwa, sedangkan yang
kedua, banyak terjadi peristiwa pada satu ayat yang turun.
Kedudukan asbab an-nuzul dalam pemahaman Al-Qur’an sangat
membantu dalam memahami Al-Qur’an, apabila tidak niscaya banyak kekeliruannya.
Kebanyakan ulama untuk menjadikan pedoman hukum lebih sepakat pada “umum
lafadh” daripada “khusus sebab”, karena mempunyai tiga macam dalil yaitu:
pertama, lafadh syar’I saja yang menjadikan hujjah dan dalil. Kedua, kaidah
tersebut ditanggungkan kepada makna selama tidak ada pemalingannya dari makna
tersebut. Ketiga, para sahabat dan mujtahid kebanyakan tanpa memerlukan qias
atau mencari dalil apabila berhujjah dengan lafadh yang umum dari sebab yang
khusus.
DAFTAR PUSTAKA
Manna’ Khalil al-Qattan,
Studi Ilmu-ilmu Qur’an, Jakarta: Litera AntarNusa, 2009
Muhammad Chirzin,
Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an, Jakarta: Dana Bhakti Prima Yasa, 1998
Muhammad Ibn ‘Alawi
Al-Maliki, Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur’an: Ringkasan kitab Al-Itqan fi ‘Ulum
Al-Qur’an, Bandung: Mizan Pustaka, 2003
Muhammad Amin Suma, Studi
Ilmu-ilmu Al-Qur’an 3, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004
http://www.
al-aziziyah.com/…/147-asbab-an-nuzul-sebagai-langkah-awal-memahami-al-quran.html-Tembolok
[1]
http://www.al-aziziyah.com/.../147-asbab-an-nuzul-sebagai-langkah-awal-memahami-al-quran.html-Tembolok
[2] Muhammad Chirzin, Al-Qur’an dan Ulumul Qur’an,(Jakarta: Dana
Bhakti Prima Yasa, 1998), hlm.30.
[3] Subhi Shalih, Membahas Ilmu-ilmu Al-Qur’an (terjemah Nur Rakhim
dkk), (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1993), hlm. 160.
[4] Manna’ Khalil al-Qattan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an, (Jakarta:
Pustaka Litera AntarNusa, 1992), hlm.107.
[5] http://www.al-aziziyah.com/.../147-asbab-an-nuzul-sebagai-langkah-awal-memahami-al-quran.html-Tembolok
[6] Muhammad ibn ‘Alawi Al-Maliki, Samudra Ilmu-ilmu Al-Qur’an:
Ringkasan kitab Al-Itqan fi ‘Ulum Al-Qur’an, (Bandung: Mizan Pustaka,
2003), hlm. 21-22.
[7] Muhammad Amin Suma, Studi Ilmu-ilmu Al-Qur’an 3, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 2004), hlm. 111.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar